Sebenarnya apa yang disampaikan oleh Teuku Wisnu –hafizohullah- serupa dengan apa yang disampaikan oleh Al-Imam Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya.
Al-Imam Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah –dalam tasirnya- berkata :
{وأن ليس للإنسان إلا ما سعى} أي: كما لا يحمل عليه وزر غيره، كذلك لا يحصل من الأجر إلا ما كسب هو لنفسه. ومن وهذه الآية الكريمة استنبط الشافعي، رحمه الله، ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى؛ لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم؛ ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه، ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماء، ولم ينقل ذلك عن أحد من الصحابة، رضي الله عنهم، ولو كان خيرا لسبقونا إليه، وباب القربات يقتصر فيه على النصوص، ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء، فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما، ومنصوص من الشارع عليهما
Firman Allah “Tidaklah manusia itu memperoleh, KECUALI apa yg diusahakannya saja”. [QS. An-Najm:39], yaitu sebagaimana ia tidaklah memikul dosa orang lain, demikian juga ia tidak akan memperoleh pahala kecuali dari amalannya sendiri.
Dari ayat yang mulia ini, Imam Syafii -rohimahulloh- dan ulama yang mengikuti pendapatnya menyimpulkan bahwa ‘amalan membaca’ tidak bisa sampai kepada mayit kiriman pahalanya, karena itu bukan termasuk amalan para mayit, bukan pula termasuk usaha para mayit.
Oleh karena itulah :
(1) Rasulullah -shollallohu alaihi wasallam- tidak mengajak umatnya kepada amalan itu,
(2) Beliau juga tidak menganjurkan umatnya untuk melakukannya.
(3) Bahkan beliau tidak mengarahkan umatnya kepada amalan itu, baik secara tegas, maupun secara isyarat.
(4) Hal itu juga tidak pernah dinukil dari satupun sahabat Nabi -rodhiallohu anhum-, seandainya amalan itu suatu kebaikan, tentunya mereka telah mendahului kita dalam melakukannya.
(5) Dan di dalam ranah ibadah taqarrub, itu hanya boleh diambil dari sumber nash-nash saja, dia tidak boleh diambil dari sumber qiyas (analogi) dan pendapat-pendapat manusia”. [Tafsir Ibnu Katsir: 7/465].
Lantas apa bedanya pernyataan Teuku Wisnu bahwa pengiriman al-Fatihah kepada mayat “Tidak ada dalilnya” dengan pernyataan Ibnu Katsir rahimahullah di atas?
Kita tidak sedang membahas manakah pendapat yang lebih kuat tentang sampai atau tidaknya pengiriman pahala bacaan al-Qur’an, akan tetapi yang anehnya kita menemukan sebagian orang yang membully Teuku Wisnu, padahal Teuku Wisnu pun hanya menyampaikan persis seperti apa yang diutarakan oleh Imam Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah. Kalau anda tidak setuju dengan pendapat Imam As-Syafi’i dan Ibnu Katsir, itu adalah hak anda, akan tetapi membully dan menjatuhkan –hanya karena permasalahan khilafiyah yang furu’- maka itu belum mencerminkan akhlak yang baik .
Yang aneh….ternyata pendapat yang dipilih oleh Teuku Wisnu adalah pendapat Imam Asy-Syafi’i rahimahullah ??!! lantas akhirnya TW terus dibully ??!
Yang aneh…ternyata ada orang yang karena berat menerima tidak sampainya kiriman al-fatihah kepada mayat akhirnya mau mencoba meragukan bahwa ini adalah pendapat Imam Syafi’i, dengan alasan para ulama syafi’iyah yang lebih tahu pendapat Imam Syafi’i?.
Berikut pernyataan langsung Imam Syafi’i rahimahullh dalam kitabnya Al-Umm:
يَلْحَقُ الْمَيِّتَ من فِعْلِ غَيْرِهِ وَعَمَلِهِ ثَلَاثٌ حَجٌّ يُؤَدَّى عنه وَمَالٌ يُتَصَدَّقُ بِهِ عنه أو يُقْضَى وَدُعَاءٌ فَأَمَّا ما سِوَى ذلك من صَلَاةٍ أو صِيَامٍ فَهُوَ لِفَاعِلِهِ دُونَ الْمَيِّتِ
“Perbuatan dan amalan orang lain akan sampai kepada mayat berupa tiga perkara, (1) haji yang dikerjakan atas nama sang mayat (2) harta yang disedekahkan atas namanya atau yang dibayarkan atasnya dan (3) doa. Adapun selain hal ini seperti sholat atau puasa maka untuk pelakunya bukan untuk mayat. (Al-Umm 4?120)
Dari pernyataan Al-Imam Asy-Syafi’i diatas sangatlah jelas jika beliau berpendapat bahwa tidak sampainya kiriman pahala bacaan al-Qur’an kepada mayat.
Kalau alasannya para ulama syafi’iyah lebih tahu tentang pendapat Imam Syafi’i, maka apakah Ibnu Katsir bukan mufassir bermadzhab Syafi’i??
Demikian juga apakah Al-Imam An-Nawawi bukan ulama besar madzhab Syafi’i?, Imam An-Nawawi lebih tahu tentang madzhab Imam Asy-Syafi’i daripada kita.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
وأما قراءة القرآن وجعل ثوابها للميت والصلاة عنه ونحوهما فمذهب الشافعي والجمهور أنها لا تلحق الميت
“Adapun membaca Al-Qur’an dan menjadikan pahalanya untuk mayat, sholat atas mayat dan juga yang semisal keduanya maka madzhab Asy-Syafi’i dan mayoritas ulama berpendapat bahwasanya hal-hal tersebut tidak akan sampai kepada mayat” (Al-Minhaaj syarh Shahih Muslim 11/58).
Beliau menyatakan bahwa ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan mayoritas ulama !!!
Beliau juga berkata :
وأما قراءة القرآن فالمشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابه يصل ثوابها إلى الميت … ودليل الشافعي وموافقيه قول الله تعالى وأن ليس للإنسان إلا ما سعى وقول النبي صلى الله عليه وسلم إذا مات بن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
“Adapun bacaan al-Qur’an, maka yang masyhur dari madzhab Syafi’i adalah pahala bacaannya tidak sampai kepada mayat. Dan sebagian ulama madzhab syafi’i berpendapat bahwa pahala bacaannya sampai kepada mayat….
Dan dalil Imam Asy-Safi’i dan para ulama yang sepakat dengannya adalah firman Allah (“Tidaklah manusia itu memperoleh, kecuali apa yg diusahakannya saja”) dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : (Jika telah meninggal anak Adam, maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya)(Syarh shahih Muslim 1/90)
Maka sungguh setelah penukilan di atas apakah masih ada sebagian orang yang meragukan bahwa ini adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah?. Apakah Imam Nawawi dan Ibnu Katsir tidak tahu pendapat Imam Syai’ii?, bahkan Imam An-Nawawi dan Ibnu Katsir bukan hanya menjelaskan pendapat Imam Syafi’i, bahkan juga menjelaskan pendalilan Imam Syafi’i??
Alhamdulillah Teuku Wisnu telah menunjukkan akhlaknya yang mulia dengan meminta maaf atas kesalahan beliau karena menjadikan permasalahan khilafiyah sebagai bahan perdebatan –sebagaimana beliau sebutkan dalam akun twitter beliau-.
Semestinya kita bangga ada seseorang seperti Teuku Wisnu yang berusaha menjalankan sunnah Nabi, seorang yang meninggalkan glamournya dunia demi mengenal lebih dekat tentang Islam. Dan kita berharap akan ada TW TW yang lainnya. Jika ada kesalahan maka wajarlah…apalagi TW siap meminta maaf atas kesalahannya.
Dan kita juga menghaturkan “terima kasih” kepada sebagian pengkritik yang mengkritik dengan sopan dan memberi masukan yang membangun kepada TW, adapun membully dan menjatuhkan hanya karena memilih pendapat Imam Syafi’i maka tentunya merupakan sikap yang kurang bijak. Wallahul Musta’aan.
Berikut nukilan dari sebagian tulisan pembelaan terhadap TW yang beredar di medsos :
1) KISAH SEEKOR ANJING YANG MEMBELA NABI
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:
“Suatu hari diadakan pesta besar-besaran untuk merayakan seorang pemuka mongol yang masuk kristen. Dalam acara itu seorang pendeta kristen menjelek-jelekan Nabi Muhammad, tiba-tiba seekor anjing pemburu meloncat, menyerang dan menggigit pendeta. Beberapa orang berusaha melepaskan gigitan itu, setelah berhasil sebagian hadirin berkata: “Ini terjadi karena kamu menghina Nabi Muhammad”
Pendeta menjawab: “Tidak, ini karena anjing tadi marah dan salah paham ketika aku mengangkat tangan dikira akan memukulnya”
Pendeta itupun melanjutkan khutbahnya dan kembali menghina Nabi Muhammad. Pada saat yang bersamaan anjing itu berhasil memutus tali yang mengikatnya, secepat kilat dia melompat dan menggigit leher sang pendeta hingga meninggal.
Sekitar 40 ribu orang mongol yang hadir di acara itu ramai-ramai masuk Islam….
Subhanallah…seekor anjing cemburu ketika Nabi dijelekkan, tidak bisa diam dan berusaha sekuat tenaga untuk membela beliau…
Apa yang sudah kita lakukan untuk membela Beliau dan sunnah-sunnahnya?
(Lihat: Ad-Durorul Kaaminah, 1/202. Mu’jamus Syuyukh, 387 dengan sanad Shohih)
Seorang saksi mata pada saat itu yang bernama Jamaluddin berkata: “Saya menyaksikan dengan mata sendiri, anjing itu menyerang leher sang pendeta dengan ganas, mengunyah dan menelannya lalu matilah orang yang terlaknat itu. Kisah inipun tersebar luas)
Admin berkata : ” tapi lihatlah hamba malang ini….mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa sallam tidak berhak masuk SORGA dan mengatakan bahwa KERUDUNG tidak wajib….maka apalah yang pantas buat dia.?”
Mana suara orang yang heboh dengan pernyataan Teuku Wisnu bahwa mengirimkan al Fatihah tidak ada dalilnya ? (Admin suara madinah)
2) Aku bukan sedang membela Teuku Wisnu…
Aku bukan sedang membela Teuku Wisnu… Yang hanya karena masalah menghadiahkan fatehah saja, sebagian kaum muslimin berhasil digiring utk geger, seakan itu masalah terbesar Indonesia saat ini…
Padahal sudah sangat masyhur bahwa ini hanyalah masalah fikih yg diperselisihkan oleh para imam madzhab, bahkan antara NU dan Muhammadiyah pun berselisih pendapat dlm masalah ini.
Malahan mereka yg jelas-jelas menyuarakan bahwa semua agama itu sama dan benar, bolehnya muslimah menikah dg non muslim, bahkan bolehnya menikah sesama jenis, malah dibiarkan saja, tidak ada sanksi apapun dr pihak terkait… padahal pemahaman itu ditentang oleh seluruh imam kaum muslimin.
Aku bukan sedang membela Teuku Wisnu… hanya saja sangat ironis sekali, bila saudara kita dibully karena memilih pendapatnya IMAM SYAFII yg diagungkan oleh mayoritas penduduk Indonesia. (Ust Ad-Dariny hafizohullah)
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 23-11-1436 H / 07-09-2015 M
Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja
www.firanda.com